Entri yang Diunggulkan

[Announcement] Pembukaan Cabang di Pahoman, Kec. Enggal, Bandar Lampung

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh Insya Allah mulai hari Senin, tanggal 29 Agustus 2016, Rumah Balita Cendekia (RBC) men...

Kamis, 27 September 2018

FITRAH


Ayah, Ibu…

Setiap anak yang diturunkan ke dunia
lahir dalam keadaan fitrah bukan?

“Kullu mauluudin yuladu alal fitrah.
Fa abaawahu.”
Setiap anak lahir dengan fitrah,
bergantung orangtuanya bagaimana ia dibentuk.

Karena anak lahir dengan fitrah,
bukankah berarti tak satupun anak ketika lahir
berniat menghancurkan masa depannya?

Tak ada satupun bayi ketika lahir berniat di kepalanya
“Ah jika besar nanti aku mau kena narkoba” ;
“Ah jika besar nanti aku akan hobi tawuran atau kebut-kebutan”.
Atau pernahkah ia berkata
“jika besar nanti aku akan mencuri uang orangtua.”
“Ah jika besar nanti aku mau membangkang pada ayah dan ibu”.
Adakah anak yang berniat begitu Ayah?
Bukankah berarti setiap anak yang diturunkan Allah ke dunia
Justru pada awalnya cenderung pada kebaikan?

Tetapi, mengapa, sebagian anak-anak ini
Yang lahir cantik, rupawan, lucu dan menggemaskan
Setelah ia beranjak remaja dan dewasa
Justru menjadi beban keluarga
dan menjadi masalah untuk lingkungannya?
Ada apa ini…….

Ayah, Ibu….
Karena anak lahir dengan fitrah
Sebagian masalah anak, justru orangtualah penyebabnya.
Periksalah ternyata sebagian anak justru dijatuhkan harga dirinya
di rumah, bukan di luar rumah

Sebagian kita mungkin pernah memukul tubuhnya,
seolah tubuh anak adalah barang pelampiasan amarah kita
sebagian kita mungkin pernah menampar pipinya,
seolah ia tempat empuk bagi telapak tangan kita
sebagian kita mungkin pernah membentaknya
sambil berteriak dalam hati: akulah yang bekuasa atas dirimu!

Atau mungkin… kita tak pernah melakukan semua itu?
Tapi tahukah ayah ibu,
Sebagian anak memang tak pernah dipukul
Tak pernah dicubit, tak pernah dibentak,
Tapi jarang sekali anak yang lolos untuk tidak disalahkan orangtua
Mulai dari buka mata di pagi hari
Sampai kembali menutup mata di sore hari

Ayah, Ibu….
Karena sebagian anak jatuh harga dirinya di rumah
Tanpa kita sadari, ada sebagian anak yang tak betah
Berada di samping orangtua
Panas hatinya
jika mendengar ‘ceramah-ceramah’ orangtuanya
dan overdosis nasihat yang ia terima
lalu kapan kita mendengarkan anak, ayah, ibu?

Ketika seorang kakak hendak mengambil mainan miliknya
Yang diambil adiknya,
Kita… dengan kekuatan kehakiman yang kita miliki
Dengan gagah berkata: kakak…. Ngalah dong sama adik!

Lihatlah pertunjukkan ini ayah…
Lihatlah ketidakadilan ternyata di mulai dari rumah
Lihatlah… kebenaran ternyata ditentukan oleh faktor usia
Lalu kita berdalil “adik nya kan masih kecil…”
Dalam hati si kakak berkata
“sampai kapan adik akan dibela?”
“Kapankah aku meminta lebih dulu dilahirkan ke dunia?”
“sungguh tak enak jadi seorang kakak”

Karena ketidakadilan di mulai dari rumah
Di tempat lain, sebagian adik pun berkata hal yang sama
“sungguh aku pun tak suka jadi seorang adik”
“Ketika ayah dan ibu tak ada aku sering dikerjai kakak semuanya”

Ayah ibu
Karena sebagian anak dijatuhkan harga dirinya di rumah
Sebagian anak akhirnya tak betah berada di rumah
Rumah baginya hanyalah tempat tidur sementara
Ia lalu mencari harga diri, berkelana mencari surga
Mencari orang-orang yang akan menghargai dirinya

Wahh… ternyata teman-teman ganknya bisa menghargainya
Lalu dalam hati ia berkata
Hm… ternyata aku dihargai jika aku pamer perkasa
aku ternyata perkasa jika menghisap ganja
aku gembira jika bisa menyusahkan siapa saja…..

Apakah itu yang ingin kita inginkan ayah, ibu?
Jika tidak, hormatilah jiwa anak-anak kita
Bukan sekadar uang, jajanan, mainan dan sekolah mahal semata
Itu semua penting
Tapi perkataan dan perlakuan penuh cinta dari Anda
Adalah warisan terindah untuk masa depan mereka

Sumber: Buku super best seller “Sudahkah Aku Jadi Orangtua Shalih” Penerbit Khazanah Intelektual, Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

http://abahihsan.com/fitrah

Agar Mandiri, Anak Butuh Pendampingan

   

Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

http://abahihsan.com/agar-mandiri-anak-butuh-pendampingan


Mandiri itu perlu latihan. Tidak tetiba menuntut anak “sadar!” tanpa ada pembinaan. Banyak orangtua mengatakan pada saya “abahihsan gimana caranya agar anak saya melakukan rutinitas harian tanpa harus “disuruh” atau diingatkan terus?

Atau seperti contoh pertanyaan berikut:

“Abahihsan mau tanya, Kirana 8th perempuan, suka bohong, misalnya belum sikat gigi, bilang sudah. Belum wudhlu, bilang sudah. Belum sholat bilang sudah. Kisaran bohongnya di 3 hal itu abah, apa yang salah aplikasinya ya? Bagaimana solusinya ya abah?”

Memuntut anak sadar dengan sendirinya tanpa pembinaan dan latihan itu seperti menyuruh anak berenang nyebrang sungai yang dalam, padahal Anda sendiri tak pernah mengajarkan atau melatih mereka berenang. Seperti orangtua yang nuntut deviden padahal gak pernah memberi saham.

Semua anak, agar TERBIASA melakukan rutinitas harian itu butuh PEMBIASAAN. Pembiasaan itu membutuh bimbingan, pendampingan, butuh “investasi” waktu orangtua! Pembiasaan yang berulang akan menumbuhkan habbit dan kesadaran.

Karena eh karena parents jika Anda tidak menemani, tidak mendampingi, itu berarti Anda hanya pake remote (perintah lisan). Semua anak melakukan rutinisas itu harusnya didampingi, ditemani, diawasi.

Bahkan dalam perkara sholat sekalipun. Bukan disuruh doang pake mulut. Ketika anak dilatih sholat usia 7 tahun sampai 10 tahun, sesuai SOP Rasulullah, anak seharusnya tidak boleh dibiarkan sholat sendirian. Harus ditemani, didampingi, bahkan ketika ibunya haidh sekalipun. Bukan berarti ibunya yang haidh harus sholat, tidak. Tapi ibunya menunggu, mendampingi anak sholat, memeriksa gerakannya, bacaannya dll. Ini berarti orangtua menganggap perkara besar sampai-sampai aktivitas masak, nyuci, atau apapun dihentikkan saat anak sholat, menemani mereka.

Abah sampe kapan harus dampingi? Bukannya anak jadi tidak mandiri klo didampingi terus?

Mandiri itu gak tiba tiba bro sistah! Harus latihan. Agar anak sholat dengan baik itu tidak tiba-tiba nunggu anak sadar nduk. Ada tarhib, pembiasaan, selain targhib memotivasi. Nah pembiasaan itu membutuhkan pendampingan.

Dari balita sampe usia kira-kira 10 tahun normal didampingi. Setelah 10 barulah gak ada pendampingan pun gpp.

Demikian juga Bagaimana mungkin menuntut kesadaran doang (dibahas tuntas di PDA) untuk anak disiplin dengan sikat gigi mandi dll kalau hanya menggunakan perintah, perintah dan perintah. Kalau saya, temani semua anak, ke kamar mandi dll. Jadikan rutinitas menyenangkan… sambil becanda sikat gigi bareng dll. @abahihsan